Pledoi
Pekerjaan
seorang advokat adalah seluas kehidupan manusia itu sendiri (Nico
Ngani, dalam buku: Mencari Keadilan, karangan: Jeremias Lemek).Maksudnya
pekerjaan advokat itu sangat banyak dan luas,yaitu mulai dari lahir
sampai mati pasti berurusan dengan masalah hukum. Dan, yang berkompeten
untuk menangani masalah-masalah hukum menyangkut kehidupan manusia yang
sangat kompleks itu kita membutuhkan advokat yang profesional, hakim
yang profesional, jaksa yang profesional dan polisi yang profesional.
Advokat sebagai orang yang profesional di bidang hukum, sudah seharusnya
dia menguasai lawyer skills, yang selalu berhubungan dengan bidang
tugasnya. Misalnya, memberikan advice, membuat surat kuasa, membuat
pledoi, membuat gugatan, membuat memori banding/kasasi, membuat kontrak,
membuat legal audit, membuat legal opinion, dan lain-lain.
Salah
satu lawyer skills yang harus dikuasai oleh seorang advokat dalam
membela perkara pidana,yang akan dibahas dan juga akan diberikan
contoh-contoh dalam buku ini, adalah bagaimana membuat pledoi atau
pembelaan. Kata “pledoi” itu berasal dari bahasa Belanda, yaitu Pleidooi
yang artinya pembelaan (Subekti, Kamus Hukum, 1973). Pledoi merupakan
upaya terakhir dari seorang terdakwa atau pembela dalam rangka
mempertahankan hak-hak dari kliennya, membela kebenaran yang
diyakininya, sesuai buktibukti yang terungkap dalam persidangan. Upaya
terakhir maksudnya, upaya dari terdakwa/pembela dalam persidangan
perkara tersebut, sebelum dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Negeri.
Lazimnya,
pledoi terhadap kliennya, disampaikan oleh pembela terdakwa. Dan kadang
juga dilakukan oieh klien itu sendiri. Pledoi itu, adalah bantahan atas
dakwaan jaksa. Kalau jaksa misalnya, mengatakan bahwa terdakwa A telah
melakukan perbuatan penipuan. Tetapi terdakwa A atau pembelanya
mengajukan bantahan dengan mengatakan, bahwa A tidak benar melakukan
perbuatan pidana penipuan. Sekadar analogi, kalau jaksa mengatakan bahwa
telapak tangan si A itu koreng,tetapi pembela mengatakan bahwa telapak
tangan si A itu bersih, tidak koreng. Dan, alasan tidak koreng itu harus
dibuktikan dan harus ditunjukkan argumentasinya. Dalam membuat bantahan
atau pembelaan, terdakwa atau pembela, tentulah bukan sekadar membantah
atau sekadar debat kusir belaka. Namun, bantahan atau pembelaan itu
haruslah berdasarkan bukti-bukti, baik berupa keterangan saksi,
keterangan ahli, maupun bukti tertulis lainnya. Selain berdasarkan
bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, pembelaan juga harus
berisi pandangan atau tinjauan hukum dari seorang pembela terhadap
perkara in casu.
Tinjauan hukum itu, bisa dari Undang-Undang
Dasar, undang-undang, yurisprudensi, peraturan yang lainnya, doktrin
ilmu hukum, praktek peradilan, konvensi internasional, kebiasaan, dan
lain-lain. Selain tinjauan dari sudut hukum, yang juga diperlukan adalah
logika. Logika itu sangat penting dalam melihat masalah hukum yang
sedang diperdebatkan. Karena, sebetulnya hukum itu adalah logika, Law is
logic, yang walaupun tesis yang sudah baku ini telah dibantah oleh
Blumer, dengan mengatakan law is not logic but experience (dikutip oleh
Nico Ngani, dalam Jeremias Lemek, Mencari Keadilan, 2007). Selain ilmu
hukum, juga diperlukan penguasaan ilmu-ilmu yang lainnya. Misalnya,
filsafat, moral, aga ma, politik, sastra, dan lain-lain.
Membuat
pledoi adalah gampang-gampang susah. Maksudnya, membuat pledoi itu agak
sulit kalau yang membuatnya itu belum berpengalaman atau para advokat
pemula, atau juga oleh advokat senior yang tidak terbiasa dengan
berpikir sistematis. Namun, sangat gampang bagi advokat senior yang
terbiasa dengan berpikir sistematis dan sudah terbiasa dengan pekerjaan
penulisan. Seperti menulis buku, menulis di majalah, dan menulis di
koran-koran. Karena dalam pekerjaan menulis itu orang terbiasa dengan
membuat kalimat yang baik, metodologi berpikir yang baik, dan penguasaan
pengetahuan. yang banyak. Dalam praktek, membuat pledoi itu sangat
variatif modelnya. Maksudnya, antara perkara yang satu dengan perkara
yang lain, yang mungkin kelihatannya sama kasus posisinya, namun
sebetulnya ada perbedaan soal substansinya dan ditambah pula selera para
pembelanya. Sehingga oleh karena itulah, maka pembuatan pledoi itu
tidak ada contoh yang baku, dan juga sistimatika yang baku pula,
kesemuanya sangat tergantung pada kasus posisinya,dan selera pembelanya.
Kalau
tidak ada contoh yang baku, lalu apakah itu berarti bahwa setiap
pembela dalam hal membuat pledoi bebas sekehendak hati? Tentu maksudnya
adalah tidak demikian. Dalam hal membuat pledoi sistematikanya boleh
berbeda-beda sesuai keinginan sang pembela, namun substansinya haruslah
tetap sama. Karena, substansi dari sebuah pledoi yang baik itu adalah
menyangkut sistematikanya atau alur berpikirnya harus jelas, logikanya
baik, Bahasa Indonesianya baik dan benar, dasar hukumnya ada,
obyektifitasnya jelas, tergambar dengan jelas adanya distinctive
thinking.
Pustaka
Membaut Pledoi - Galangpress Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar