Senin, 12 Desember 2011

Perbandingan Konsep dan Substansi KUHP Pada Beberapa Negara

1.Azas Legalitas...
A.Asaz legalitas menurut KUHP Korea?
Dalam Pasal 1 “criminality and punishment”:
  1. Mengandung asas lextemporis delictzi (ayat1).
  2. Mengatur masalah larangan retroaktif dalam perubahan UU (ayat2).
  3. Perubahan UU setelah adanya putusan pemidanaan in kracht (ayat3).
Adanya pengecualian yaitu :
  • Ada perubahan UU setelah kejahatan dilakukan.
  • Perubahan itu menyebabkan perbuatan yang bersangkutan tidak lagi merupakan kejahatan, atau pidana yang diancamkan menjadi lebih ringan.
B. Asaz legalitas menurut KUHP Thailand?
Terdapat Pasal 2 aturan umum buku 1:
  • Menganut Lextemporis delicti (ayat1);
  • Mengatur perubahanUU (ayat2), dalam hal TP dalam UU Lama bukan lagi TP dalam UU baru. Dengan 2 kemungkinan:
1. Terdakwa dibebaskan sebagai pelanggar.
2. Jika putusan pemidanaan final, maka:
  • Jika belum dijalani, dinyatakan belum pernah dipidana.
  • Jika telah menjalani sebagian, maka akan dihentikan.
C. Asaz legalitas menurut KUHP Norwegia?
Terdapat Pasal 3 di aturan umum (General Provisions)
  • Menganut Lex Temporis delictie.
  • Lebih mengutamakanUU lama. UU baru akan diterapkan apabila.
  1. UU baru berlaku sebelum putusan pengadilan dijatuhkan.
  2. UU baru itu lebih menguntungkan dari pada UU lama.
2.Kesalahan..
A.KUHP Uni Soviet
Dalam kesalahan menurut kuhp uni soviet yaitu terdapat di pasal 3 yang berbunyi hanya orang yang bersalah melakukan kejahatan, yaitu orang yang dengan sengaja atau dengan kealpaan melakukan suatu perbuatan yang berbahaya bagi masyarakat yang ditetapkan oleh undang undang pidana, dapat dipertimbangkan untuk pertanggungjawaban pidana dan dipidana.
B. KUHP Yugoslavia
Dari kesalahan yang terdapat di kuhp Yugoslavia menegakan dalam pasal 7 ayat 1 yang berbunyi seorang pelanggar akan dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan hanya apabila ia melakukan dengan sengaja atau dengan kealpaan.
3.Kealpaan
A. KUHP Thailand
Didalam kuhp Thailand tentang kealpaan diatur di pasal 59 paragraf 2 ,3 dan 4 serta 62 ayat 2 yang menegaskankan kejahatan karena kealpaan dapat dipertanggungjawaban. Karena kealpaannya dalam undang undang menegaskan secara khusus bahwa kealpaan dapat dipidana.
B. KUHP Polandia
Terdapat dipasal 7 ayat 2 yaitu suatu tindak pidana dilakukan tindak dengan sengaja atau kealpaan apabila :
  • Si pelaku mengetahui sebelumnya kemukinan terjadinya perbuatan terlarang itu tetapi ia mengganggapnyatanpa sadar atau alasan yang sehat bahwa ia dapat menghindarinya.
  • Apabila ia tidak menduga kemungkinan seperti itu walaupun ia seharusnya dapat menduga kemungkinan terjadinya hal itu.
C. KUHP Yugoslavia
Kealpaan yang terdapat di kuhp Yugoslavia terdapat di pasal 7 ayat 3 yang di jelaskan bahwa suatu tindak pidana dilakukan dengan kealpaan apabila si pelaku sadar bahwa suatu akibat terlarang mungkin terjaditetapi secara sembronoia mengganggap bahwa hal itu tidak akan terjadi atau ia mengganggap akan dapat pencegahnya atau bahkan ia tidak menyadari kemungkinan terjadinya akibat terlarang itu padahal berdasarkan keadaan dan kemampuan pribadinya ia seharusnya dapat menyadari kemungkinan itu. Dari penjelaan diatas terdapat dua kealpaan yaitu disadari dan tidak disadari.
4.Percobaan
A. Percobaan KUHP Korea
KOREA (KUHP 1953)
  • Diatur dalam “Ketentuan‐ketentuan umum”yakni: pasal 25 s/d 29:
Pasal 25 Berbunyi:
(1) Where a person commences the execution of a crime but does not complete it or the result does not occur, he shall be punished for attempt to commit such crime
(2) The Punishment for an attempted crime may be decreased below that for the consummated crime.
Unsur‐unsurnya:
  • Mulai melaksanakan suatu kejahatan, dan
  • Pelaksanaan itu:
  1. Tidak diselesaikannya,atau
  2. Akibatnya tidak terjadi
Ulasan Ketentuan “Percobaan” (KOREA)
  • Yang dapat dipidana hanya percobaan terhadap kejahatan, yang telah ditetapkan dalam pasal tersendiri dalam pasal – pasal (kejahatan) yang bersangkutan dalam ketentuan khusus Bag.II percobaan dipandang sebagai delictum sui generis.
  • Contoh Delik Percobaan terhadap: penyerang/agressi, penggunaan bahan peledak, penahanan tidak sah, penbunuhan penculikan, dll.
  • Korea tidak memasukkan unsur‐unsur adanya niat dan pelaksanaan tidak selesai bukan karena semata‐mata kehendak sendiri.
  • Pada Ps. 26 diatur untuk TP yang tidak selesai karena kehendak sendiri si pelaku, yaitu dengan sengaja/sukarela:
a. menghentikan TP, atau;
b. mencegah selesainya pelaksanaan TP
Maka Pidana dapat dikurangi atau dihapuskan
Tidak selesainya TP karena kehendak sendiri (Ps.26), dapat berupa:
  • Ructriit atau pengunduran diri secara sukarela;
  • Tatiger Reue atau tindakan penyesalan
Percobaan karena tidak mampu karena alat maupun objeknya, tetap dipidana hanya dikurangi dengan syarat “telah ada/timbul resiko atau kerugian”atau dihapuskan (tergantung penilaian hakim) relative.
  • Perbuatan persiapan atau persekongkolan untuk melakukan kejahatan yang tidak sampai pada tahap permulaan pelaksanaan perbuatan TIDAK DIPIDANA kec. Ditentukan lain oleh UU (Ps. 28)
  • Pidana Percobaan: Pidana dapat dikurangi di bawah ancaman pidana untuk kejahatan yang selesai, dengan jumlah pengurangan tidak ditentukan sec. definitif oleh UU (Ps. 25 ayat 2)
B. Percobaan KUHP Thailand.
KUHP THAILAND 1956.
  • Diatur dalam Buku I mengenai “Ketentuan –Ketentuan Umum”, yakni: Pasal 80‐82.
  • Yang dipidana Percobaan terhadap TP(bukan Kejht), karena Thailand tidak mengenal pembagian delik Kejahatan dan pelanggaran.
  • Syarat‐syarat untuk adanya percobaan (Ps.80) adalah sbb:
Sub 1 : Whoever commences to commit an offence, but does not carry it through, or carries it through but does not achieve its end, is said to attempt to commit an offence.
Summary :
  1. Mulai melakukan TP
  2. Tidak menyelesaikannya, atau melaksanakan / menyelesaikannya tetapi tidak mencapai hasil / tujuannya.
Sub 2 : Whoever attempts to commit an offence shall be liable to two thirds of the punishment provided for such offence.
Summary : Sanksi Pidana 2/3 dari Pidana yang diancamkan.
Unsur‐Unsur :
  • Telah mulai melakukan suatu TP (telah ada permulaan pelaksanaan)
  • Namun, Pelaksanaan:
  1. tidak diselesaikannya, atau
  2. hasil/akibat tujuannya tidak tercapai
Percobaan tidak mampu (Ps.81)
Percobaan tidak mampu, baik tidak mampu alat maupun tidak mampu objek yang ditujunya, maka akan dikenakan pidana lebih ringan, yakni ½ dari maksimum pidana yang diancamkan untuk TP yang bersangkutan.
  • Thailand tidak memasukkan secara tegas “niat”dan “menghentikan bukan karena kehendak sendiri”sebagai salah satu unsur Percobaan.
  • Namun, pabila terdapat penghentian pelaksanaan atas kehendak sendiri (Ps. 82):
  1. Tidak dipidana, dalam hal “RUCKTRIIT” atau “TATiGER REUE”.
  2. Tetap dipidana pabila tidak selesainya atas kehendak sendiri itu telah merupakan TP tersendiri menurut UU.
C. Percobaan KUHP Polandia.
KUHP POLANDIA 1969 (berlaku 1 Januari 1970)
  • Diatur dalam Bagian Umum (general part) mulai Ps. 11 hingga Ps. 13. dimasukkan dalam Chapter II yang berjudul “Commission of an Offence”
Sec. tegas dinyatakan sebagai salah satu bentuk tindak pidana (delictum sui generis)
Syarat‐Syarat antara lain:
  • Perumusan Yuridis (Ps. 11 (1)):
“Whoever with the intent to commits a prohibited act by his conduct directly aims at its accomplished which however does not take place shall be liable for an attempt”
Jadi , syarat‐syaratnya sbb:
  1. Adanya niat
  2. Perubahan sec. langsung bertujuan u/ tercapainya perb. Terlarang;
  3. Pencapaian perb. Terlarang tersebut tidak terjadi
  • Pada Pasal 11 (2), dinyatakan bahwa tetap dipandang adanya percobaan meskipun telah terjadi percobaan yang tidak mampu (baik alat maupun objek)
  • Pidana untuk percobaan tidak dapat lebih dari batas sanksi maksimum yang ditetapkan untuk TP yang bersangkutan (tidak dirumuskan dengan tegas apakah akan dikurangi dan berapa jumlah pengurangannya)
5.Recidive

A. Residive KUHP Norwegia.
Pengaturnya tredapat di dalam buku I  bab 5 tentang alasan peringanan atau pemberatan pidana pasal 61 yang ketentuan penjelasanya mengenai pemberatan pidana dalam perkara residive hanya dapat dikenakan pada oarng2 yang telah mencapai genap usia 18 tahun pada saat melakukan tindak pidana terdahulu. Dengan adanya ketentuan diatas  maka menurut KUHP norwegia apabila seorang anak di bawah 18 tahun melakukan pengulangan tindak pidana tidak dikenakan pemberatan pidana. Dengan kata lain  tidak ada residive atau pemberatan pidana untuk anak dibawah umur 18 tahun. Ketentuan ini tidak berlaku di Indonesia.
B. Residive KUHP Thailand.
Terdapat di pasal 94 yang intinya menyatakan bahwa aturan pemberatan pidana dalam hal residive tidak berlaku untuk:
  1. Tindak pidana karena kealpaan
  2. Tindak pidana ringan
  3. Si pelaku tindak pidana tidak lebih dibawah 17 tahun ( baik pada saat melakukan tindak pidana yang terdahulu maupun kemudian.
Ketentuan diatas tidak ada dalam kuhp Indonesia.
C. Residive KUHP Korea.
Terdapat di pasal 35 yang ada penegasan, bahwa seseorang dikatakan telah melakukan pengulangan(recidive) apabila tindak pidana yang diulangi atau dilakukankemudian diancam dengan pidana penjara(impris-onment) atau pidana yang lebih berat. Yang dimaksud tindak pidana berat menurut kuhp korea adalah penal servitude dan death penalty.
D. Residive KUHP Polandia.
Didalam kuhp ini adanya ketentuan khusus mengenai “pengulangan yang dilakukan berkali-kali” (multiple residivism) disamping pengulangan yang biasa atau yang baru pertama kali. Ketentuan ini diatur dalam pasal 60 ayat (2) yang member batasan atau syarat2 multiple residivism.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar