Selasa, 05 April 2011

pengantar hukum indonesia


 untuk menambah pengetahuan kita tentang hukum, berikut beberapa asas hukum yang berlaku di indonesia, sebagai pedoman untuk mempelajari ilmu hukum bagi mahasiswa maupun yang hanya ingin menambah pengetahuannya tentang ilmu hukum.... semoga bermamfaat ea friends.

ASAS-ASAS HUKUM PERBURUHAN

1.      Pengertian Hukum Perburuhan
Hukum perburuhan merupakan hukum tertulis yang sebagiannya telah dikodifikasikan dalam kitab Undang-Undang Hukum Sipil dan bagian terbesar belum dikodifikasikan dan tersebar dalam berbagai peraturan perundangan, disamping masih banyak ketentuan yang tidak tertulis.
Menurut Prof. Imam Soepomo,S.H, Hukum perburuhan ialah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak, yang berkenaan dengan suatu kejadian di mana seseorang yang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
Dari perumusan diatas dapat disimpulkan bahwa Hukum Perburuhan mempunyai unsur-unsur yaitu sebagai berikut:
1.      serangkaian peraturan yang tertulis dan tidak tertulis
2.      perturan itu mengenai suatu kejadian
3.      adanya orang yang bekerja pada orang lain
4.      adanya tegareprestasi (balas jasa) yang berupa upah.
            Adapun perkataan perburuhan itu adalah suatu kejadian dimana seseorang, biasanya disebut buruh, bekerja pada orang lain dengan menerima upah, dengan sekaligus mengenyampingkan pula persoalan antara pekerjaan bebas dan pekerjaan yang dilakukakan dibawah pimpinan orang lain, dan mengenyampingkan pula persoalan antara pekerjaan dan pekerja.
Golongan pekerja ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 31 tahun  1954. dalam pasal 1 peraturan pemerintah no. 34 tahun 1954,ditegaskan bahwa pekerja menurut peraturan ini ialah mereka yang terutama berhubung dengan kebutuhan akan tenaga jasmani dan atau ketangkasan merekadalam suatu jenis pertukangan, diterima untuk dipekerjakan untuk waktu tidak terbatas pada berbagai usaha pemerintah dan yang diberi upah tidak menurut  peraturan gaji yang berlaku bagi pegawai negeri.

2. Hakikat dan Sifat Hukum Perburuhan
Hubungan antara buruh dengan majikan adalah sebagai berkut:
a.       Secara yuridis buruh adalah memang bebas, oleh karena prinsip Negara kita ialah bahwa tidak seorang pun boleh di perbudak, diperulur atau diperhamba.
b.      Secara sosiologis buruh adalah tidak bebas, sebab sebagai oaring yang tidak mempunyai bekal hidup selain dari pada tenaganya itu, ia terpaksa untuk bekerja pada orang lain. Dan majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja.
Adapun peraturan-peraturan ini pada umumnya merupakan perintah atau larangan dengan menggunakan kata-kata; harus, wajib dan tidak boleh atau dilarang.
3. Sumber Hukum Perburuhan
Adapun sumber-sumber hukum perburuhan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Peraturan Perundangan Pada Masa Penjajahan
a. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil, buku III Titel 7 A  dan
b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Buku II Titel 4

2. Peraturan Perundangan Republik Indonesia dalam Bidang Hukum    Perburuhan
      a.   UU No.33 Tahun 1927, yaitu: undang-undang kecelakaan dalam uu ini   ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan buruh ialah orang-orang yang bekerja pada majikan diperusahaan yang mendapatkan upah
      b.   UU No. 23 tahun 1948 tentang pengawasan perburuhan
      c.   UU No. 21 tahun 1954 tentang perjanjian perburuhan
      d.   UU No. 12 tahun 1964 tentang pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta
      e.   Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 1954 tentang tata cara membuat dan mengatur perjanjian perburuhan (pelaksanaan UU No. 321 tahun 1964)
      f.    Peraturan Menteri Perburuhan No 9 Tahun 1961 tentang Penetapan Besarnya Uang Pesangon, uang jasa dang anti kerugian (peleksanaan UU No. 12 tahun 1964)   
       g. Keputusan Presiden No.24 tehun 1953 tentang hari libur.

3. Subyek Hukum Perburuhan Dan Hubungan Kerja
Adapun yang bersangkutan dengan hukum perburuhan yaitu:
    1. Orang-orang biasa, terutama buruh dan majikan
    2. Badan-badan resmi
    3. Buruh dalam pengertian luas
    4. majikan
Antara pengertian buruh dan majikan dengan istilah pekerja, karyawan, pegawai, dan pengusaha terdapat beberapa perbedaan yaitu:
a.       Pekerja adalah tiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam       hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja yang biasanya disebut “buruh bebas”
b.      Karyawan adalah setiap orang yang melakukan karya (pekerjaan) misalnya karyawan buruh, karyawan pengusaha,dll.  
c.       Pengusaha adalah tiap orang yang melakukan suatu usaha
d.      Majikan adalah seorang pengusaha dalam hubungan dengan buruh.
e.       Buruh adalah barang siapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah.


ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA

1. Peraturan-Perundangan Agraria  Di Indonesia
Hukum Agrararia adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur agraria.Pengertian “agraria” meliputi:bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung didalamnya, bahkan dalam batas-batas yang ditentukan juga ruang angkasa.
            Hukum Agraria Indonesia tahun 1960 ini didasarkan atas satu system hukum yaitu: hukum dapat sebagai hukum asli Indonesia.
Hukum agraria yang berlaku sebelum tanggal 24 September 1960 kaidah-kaidah yang bersumber pada:
a.       Hukum Adat (Hukum Agraria Adat) yang menimbulkan hak-hak adat yang tunduk pada hukum agraria adapt misalnya: tanah-tanah ulyat, tanah milik, tanah usaha dan sebagainya.
b.      Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (Hukum Agrarian Barat) yang menimbulkan hak-hak barat atau hak-hak eropa yang tunduk pada hukum agraria barat (tanah-tanah barat atau tanah-tanah eropah) misalnya: tanah eigendom, tanah postal dan lainnya.
Disamping itu ada pula hak-hak atas tanah Indonesia yang tidak bersumber pada hukum adat, misalnya hak eigendom agraris. Undang-Undang Agraria Tahun 1870 (Agrarisch Wet) menjadi dasar Hukum Agraria Belanda sejak tahun 1870. sistem yang tedapat dalam hak agraria hindia belanda sejak tahun 1870 itu terkenal dengan nama sistem “vrije” atau “particuliere” (perkebunan bebas atau perkebunan partikulir).

1. Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 (UUPA)
Pada Pokoknya UUPA memuat hal-hal yang berikut:
a.       Tujuan UUPA
1.      meletakan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran kebahagian dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka menuju masyarakat yang adil dan makmur.

2.      meletakan dasar-dasar unyuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertahanan.
3.      meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
    1. Tanah Negara
Menurut UUPA istilah tanah Negara adalah Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan tanah yang dikuasai tidak langsung oleh Negara.
c.       Hak-Hak atas tanah
Macam-macam hak tanah menurut UUPA adalah
1.      hak milik
2.      hak guna usaha
3.      hak pakai
4.      hak sewa
5.      hak membuka tanah dan sebagainya.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi social ini berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dikatakan bahwa tanahnya itu akan dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya dengan kemungakinan menyebabkan kerugian atau gangguan di pihak lainnya.
       d. Konversi
                        Konversi hak atas tanah ialah perubahan hak-hak atas tanah yang lama ke hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan dala UUPA.
        e. Tanah dalam UUPA
                        Bagi Negara Republik Indonesia, dimana struktur kehidupan masyarakat termasuk perekonomiannya, sebagian besar bergerak dalam bidang agararia maka fungsi bumi (tanah) air,dan ruang angkasa serta yang terkandung didalamnya sanagtlah penting sebagai sarana pokok dalam pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Hak menguasai atas tanah oleh Negara seperti yang dimasudkan dalam pasal 4 dapat diartikan memberikan wewenang pada Negara untuk:
a.       mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah
b.      menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara barang dan tanah.
c.       Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hokum antara orang-orang perbuatan-perbuatan hokum yang mengenai tanah.
Hubungan antara bangsa dengan bumi, air serta ruang angkasa Indonesia merupakan suatu hubungan yang abadi artinya: selama rakyat Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa masih ada pula maka dalam keadaan bagaimana pun tidak ada sesuatu kekuasaan apapun yang dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.



ASAS-ASAS HUKUM PAJAK

1. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran kepada Negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dg tidak mendapat balas jasa kembali yang langsung. Guna pajak adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.
            Dengan memenuhi kewajiban membayar pajak berarti seorang wajib pajak sebagai warga Negara yang baik telah membantu dan turut membiayai rumah tangga Negara, ikut membangun Negara RI.
Baik pajak, retribusi maupun sumbangan semuanya merupakan sumber pembiayaan Negara dan daerah kita. Adapun pajak itu dapat dibagi dalam golongan-golongan sebagi berikut:
a.       Pajak langsung
      Pajak langsung adalah pajak-pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak dilimpahkan kepeda orang lain.
b.      Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak-pajak yang pada akhirya dapat menaikan harga, karena akhirnya ditanggung oleh pembeli dan pajak tersebut baru terhutang jika terjadi hal-hal yang menyebabkan terhitang pajak.
Selain itu pajak dapat digolongkan menjadi:
1.      Pajak Lokal Atau Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah Swatantra seperti Propinsi, Kabupaten Dan Kota Praja untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing. 
2.      Pajak Negara atau pusat
Pajak negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah penyelenggaraannya dilakuakn oleh inspeksi pajak untuk pembiayaan rumah tangga Negara umumnya.

 2. Pengertian Hukum Pajak  
            a. Arti Hukum Pajak
                          Dalam UUD 1945 Pasal 23 ditegaskan, bahwa segala pemungutan pajak untuk pemungutan pajak untuk keperluan Negara harus ditetapkan dg undang-undang yang berarti DPR diikut sertakan bahkan pada hakikatnya DPR lah yang memutuskan.Syarat-syarat dalam penyusunan peraturan perpajakan.
b. Syarat-syarat dan penyusunan peratuaran perpajakan.
Dalam penyusunan perpajakan harus dipenuhi beberapa syarat yaitu: keadilan, syarat ekonomi, dan syarat keuangan serta syarat praktis pelaksanaannya.
c.       Timbulnya kewajiban pajak
Timbulnya kewajiban pajak (kapan seseorang dapat dikenakan pajak) dapat dilihat pada undang-undang dari masing-masig pajak akan tetapi secara umum ada dua syarat yaitu: kewajiban pajak subyektif dan kewajiban pajak obyektif.
d.      Kewajiban memasukan surat pemberitahuan (SPT)
Adapun tiap orang yang menerima SPT pajak dari Ispeksi Pajak diwajibkan:
1. mengisi SPT pajak itu menurut keadaaan sebenarnya
2. menanda tangani  sendiri SPT itu
3. mengembalikan SPT pajak tersebut kepada inspeksi yang bersangkutan dalam jangka waktu yang ditentukan oleh inspeksi pajak.
e.       Kewajiban memberikan keterangan
Wajib pajak berkewajiban untuk waktu yang ditunjuk, memberikan segala keterangan baik secra tertulis maupun yang secara lisan setiap waktu hal itu dapat diminta oleh inspeksi pajak.
f.        Kewajiban memperlihatkannbuku-buku dan bukti-bukti pembukuan
Kewajiban membuat pembukuan diataur dalam KIUHD pada pasal 6.
g.       Hak-hak yang dipunyai wajib pajak
Dewasa ini hukum pajak diatur dalam:
1.                  Undang-Undang no. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan    Tata Cara Perpajakan
2.                  UU No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
3.                  UU No. 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang-barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah.


ASAS-ASAS HUKUM ACARA PENGADILAN

1. Pengertian Pokok Hukum Acara
Menurut ajaran Montesquieu, kekuasaan untuk mempertahan peraturan perundangan atau kekuasaan peradilan (kekuasaan yudikatif) berada ditangan badan peradilan yang terlepas dan bebas dari campur tangan kekuasaan legislative dan eksekutif.
Hukum acara yang mengatur dan melaksanakan soal-soal peradilan disebut hukum acara peradilan terdiri dari:
a.       Hukum Acara Perdata (Hukum Perdata Formal) Dan
b.      Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formal)
Dalam bidang hukum acara pengadilan berlaku asas-asas pengadilan antara lain yaitu:
a.       dilarang bertindak sebagai hakim sendiri
b.      hukum acara harus tertulis dan dikodifikasikan
c.       kekuasaan pengadilan harus bebas dari pengaruh kekuasaan badan Negara lainnya.
d.      Semua putusan pengadilan harus berisi dasar-dasar hukum.
e.       Kecuali yang ditetapkn oleh UU, siding pengadilan terbuka untuk umum dan keputusan hakim senantiasa dinyatakan dg pintu terbuka. 
1. Pelaksanaan Acara Perdata
Untuk menguruskan suatu Perkara Perdata Di Pengadilan, pihak penggugat dapat juga memintakan bantuan jasa (perantara) seorang pengacara atau pembela (advokat). Tata cara mwngajukan gugatan harus memenuhu syarat-syarat yang telah ditentukan.
Pihak tergugat terhukum dapat pula mengajukan perlawanan (verzet) terhadap Putusan Hakim Pengadilan tanpa hadirnya tergugat, disebut “verstek vonnis”. Adapun putusan hakim pengadilan dalam bidang keperdataan dapat merupakan:
a.       keputusan deklarator
b.      keputusan konstitutif
c.       keputusan kondemnator
Alat-alat bukti menurut KUHS pasal 1865 dan R.I.B pasal 163 bahwa barang siapa yang menyatakan mempunyai hak atau menyebutkan sesuatu orang lain yang dikemukakan orang itu, maka ia harus membukitkan adanya hak itu atau adanya peristiwa tersebut.        
Berhubung dengan itu dalam hukum acara perdata dikenal lima macam alat pembuktian yaitu:
a.       bukti tulisan
b.      bukti saksi
c.       persangkaan atau dugaan
d.      pengakuan
e.       sumpah

1. Pelaksanaan Acara Pidana
Adapun proses pelaksanaan acara pidana terdiri atas tiga tingkatan yaitu:
a. Pemeriksaan Pendahuluan (vooronderzoek)
Pemeriksaan pendahuluan adalah suatu tindakan pengusutan dan penyelidikan apakah suatu sangkaan itu benar-benar beralasan atau mempunyai dasar-dasar yang dapat dibuktikan kebenarannya atu tidak. Dalam tingkat pemeriksaan ini diselidiki ketentuan pidana apa yang dilanggar dan diusahakan untuk menemukan siapa yang melakukannya dan siapa saksi-saksinya
 b.   Pemeriksaan dalam siding pengadilan
Adapun pemeriksaan dalam siding pengadilan bertujuan meneliti dan menyaring apakah suatu tindak pidana itu benar atau tidak dan bukti itu sah atau tidak, apakah pasal UU Hukum Pidana yang dilanggar itu sesuai perumusannya dg tindak pidana yang telah terjadi itu.
Menurut R.I.B Keputusan Hakim (vonis) dapat beruap:
1.      pembebasan dari segala tuduhan apabila siding pengadilan menganggap bahwa perkara tersebut kurang cukup bukti-bukti.
2.      pembebasab dari segala tuntutan hukum apabila perkara yang diajukan itu dapat dibuktikan akan tetapi tidak merupakan kejahatan maupun pelanggaran.
3.      menjatuhkan pidana (hukuman) apabila tindak pidana itu dapat dibuktikan bahwa terdakwalah yang melakukan dan hakim mempunyai keyakinan akan kebenarannya.
4.    Pelaksanaan Hukuman
keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat harus dilaksanakan dengan segera oleh atau atas perintah jaksa yaitu:
1.      oleh jaksa jika keputusan itu mengenai hukuman denda atau hukuman perampasan barang-barang tertentu dari terhukum.
2.      atas perintah jaksa jika mengenai hukuman lainnya.

4. Susunan dan Kekuasaan Pengadilan di Indonesia
Susunan Pengadilan pada permulaan Zaman Kemerdekaan RI 1945 adalah sebagai berikut:
a. Pengadilan umum
b. Pengadilan agama
Sekarang di Indonesia terdapat bermacam-macam pengadilan yang dapat dibedakan adalah sebagai berikut:
a.       Pengadilan sipil yang terdiri dari:
1.  Pengadilan Umum Yaitu: Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Dan Mahkamah Agung.
2.  Pengadilan Khusus Yaitu: Pengadilan Agama, Pengadilan Adat Dan Pengadilan Administrasi Negara
b.      Pengadilan Militer Yaitu:
1.  Pengadilan Tentara
2.  Pengadilan Tentara Tinggi
3.  Pengadilan Tentara Agung
Adapun Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Tinggi diatur dalam UU Darurat No.1 tahun 1951 dan UU No. 13 tahun 1965 Tentang Peradilan Dalam Lingkungan Pengadilan Umum Dan Mahkamah Agung. Jadi mengenai Mahkamah Agung juga diatur dalam UU No. 13 tahun 1965 tersebut UU No. 14 tahun 1970 mengatur tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

1.      Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan yang umum sehari-hari yang memerikasa dan memutuskan perkara dalam tingakat pertama dari segala Perkara Perdata Dan Perkara Pidana Sipil untuk semua golongan penduduk warganegara dan orang asing.

2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan banding yang mengadili lagi pada tingkat kedua (tingkat banding) sesuatu perkara perdata dan atau perkara pidana, yang telah mengadili atau diputuskan oleh pengadilan negeri pada tingkat pertama.
Adapun kekuasaan mengadili Pengadilan Tinggi adalah:
a.       memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir sengketa wewenang mengadili antara pengadilan negeri didalam daerah hukumnya.
b.      Memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan negeri di didalam daerah hukumnya
c.       Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan didalam daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya
d.      Perbuatan hakim pengadilan negeri di dalam daerah hukumnya diawasi dengan teliti oleh pengadilan tinggi, dan sebagainya.

3. Mahkamah Agung
Mahkamah agung merupakan badan pengadilan yang tertinggi di Indonesia, yang berkedudukan di ibu kota republic Indonesi (Jakarta) atau ditempat lain yang ditetapkan oleh Presiden.
Adapun tugas mahkamah agung antara lain adalah:
a.                   memutuskan dalam pemeriksaan pertama dan tingkat tertinggi.
b.                  Mengkasasikan (memberi kasasi atau membatalkan) atas keputusan hakim yang lebih rendah
c.                  Memberi keputusan dalam tingkat banding atas keputusan-keputusan wasit.
d.                  Mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan dan
e.                  Mengadakan pengawasan tertinggi atas pengacara-pengacara dan notaries-notaris.

4. Pengadilan Militer
Adapun tugas pengadilan militer ialah mengadili, hanya Dalam lapangan pidana, mereka yang pada saat melakukan tindak pidana itu adalah:
a.         anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
b.        seorang yang pada waktu itu adalah orang yang dengan undang-undang atau dg peraturan pemerintah ditetapkan sama dg anggota ABRI
c.         seorang yang pada waktu itu adalah anggota suatu golongan atau jawatan yang dipersamakan atau dianggap sebagai anggota ABRI berdasarkan undang-undang
d.        tidak termasuk 1 samapai 3 tetapi menurut Keputusan Menteri Pertahanan Dan Keamanan (HANKAM) yang ditetapkan dg persetujuan Menteri Kehakiman diadili oleh Pengadilan Militer.
5. Pengadilan Agama
Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan perkara-perkara yang timbul antara orang-orang yang beragama islam tentang soalnikah, talak, rujuk, perceraian, nafkah dan lalin-lain. Mahkamah Islam Tinggi adalah pengadilan yang merupakan hakim banding bagi Pengadilan Agama.


ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
(Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1981)

Pengertian Pokok Hukum Acara Pidana

1.Penjelasan Umum
a. Aturan yang menjadi dasar Hukum Acara Pidana
            Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan umum sebelum undang-undang ini berlaku adalah” Reglemen Indonesia yang dibaharui atau terkenal dengan nama “ Het Herziene Inlandsch Reglement” atau H.I.R. Undang-undang no.1 Drt. Tahun 1951. Dengan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 itu di maksudkan untuk mengadakan unifikasi hokum acara pidana bagi landraad dan hukum acara pidana bagi raad van justitie.
            Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 telah menetapkan, bahwa hanya ada satu hukum acara pidana yang berlaku unruk seluruh Indonesia, yaitu R.I.B, akan tetapi ketentuan yang tercantum didalamnya ternyata belum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu Negara hukum.
b.Negara Indonesia berdasarkan atas hukum
            Undang-undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasan belaka. Berarti republic Indonesia ialah Negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasai manusia dan menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.           
            Dengan Ketetapan Majelis permusyawaratan Rakya Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978 maka wawasan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah wawasan Nusantara yang dalam bidang hukum menyatakan bahwa seluruh kepulauan Nusantara ini sebagai satu kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.   
c. KUHAP didasarkan pada dasar Negara Pancasila
            Undang-undang yang mengatur tentang hokum acara pidana nasional, wajib didasrkan pada falsafah/pandangan hidup bangsa dan dasar Negara  pancasila, maka suda harus didalam ketentuan materi pasal atau ayat tercermin perlindungan terhadap hak asasi manusia serta kewajiban warganegara. Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang diletakkan dalam Undang-undang.
d. Asas-asas hukum Acara Pidana
            Adapun asas tersebut antara lain,adalah:
a)      Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukm dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan
b)      Penangkapan, penahanan,pengeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang di beri wewenang
c)      Setiap orang yang disangka,ditangkap,ditahan,dituntut dan dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adnya putusan dari pengadilan
d)      Seseorang yang ditangkap,ditahan, dituntut atau pun diadili tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang dank arena kekeliruan mengenai orangnya atau hokum yang diterapkan wajib diberi ganti rugi atau
e)      Peradilan harus dilakukan dengan cepat, sederhanna dan bebas , jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh peradilan
f)        Setiap orang yang bersangkutan perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hokum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya
g)      Seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hokum apa yang didakwakan kepadanya,wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta dibantuan penasihat hokum
h)      Pemgadilan memeriksaan perkara pidana dengan hadirnya terdakwa
i)        Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum
j)        Pengawasa pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
e. Kodifikasi dan Unifikasi Hukum acara Pidana
            Dengan landasan sebagaimana telah diuraikan dimuka dalam kebulatan yang utuh serta menyeluruh, atas hokum acara pidan ayang dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk menghimpun ketentuan acara pidana yang dewasa ini masih terdapat daloam berbagai indsang-undang kedalam berbagai undang-undang kedalam satu undang-undang hokum acara pidana nasional sesuai dengan tujuan kodifikasi dan unifikasi.
f. KUHAP
   atas pertimbangan yang sedemikian, undang-undang No.8 tahun 1981 tentang hokum acara pidana ini disebut kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,disingkat KUHAP
g. Hukum Acara Pidana Mahkamah Agung
            memuat tentang tatacara dari suatu proses pidana,kitab ini juga memuat hak dan kewajiban dari mereka yang ada dalam suatu proses pidana dan memuat pula hokum acara pidana Mahkamah Agung Setelah di cabut Undang-undang Mahkamah Agung

2. Konsiderans Undang-undang No.8 Tahun 1981  Tentang hokum Acara Pidana (KUHP)
            Adapun sebagai alas an-alasan yang dikemukakan Pemerintah RI dan DPR-RI untuk mengeluarkan Undang-undang No.8 Tahun 1981, disebabkan hal-hal yang berikut:
a.       Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warganegaranya bersamaan kedudukannya didalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum itu dengan tidak ada kecualinya.
b.      Pembangunan  di dalam bidang hukum termaktub dalam Garis-garis Besar Haluan Negara perlu mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnana dan pembinaan hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum dalam rabgkuman pelaksanaan secara nyata dari Wawasan Nusantara
c.       Pembangunan hukum nasional itu dibidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajiban dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenangnya.
d.      Hukum acara pidana sebagai yang termuat dalam Het Herziene Inlandsch Reglement di hubungkan dengan dan Undang-undang Nomor 9,yang diatur dalam peraturan pelaksanaan dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangan lainya.
e.      Mengadakan undang-undang tentang hukum acara pidana untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan Umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta kewajiban bagi mereka dalam proses pidana

3. Dasar Hukum  KUHAP
            Dasar hokum KUHAP disebutkan dalam UU no.8 Tahun 1981 ialah:
1.      Pasal 5 ayat 1, Pasal 20 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978;
3.      Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

4. Peraturan Perundangan yang dicabut KUHAP
      Berdasarkan UU No. Tahun 1981 telah dicabut:
a.       Het Herziene Inlandsch Reglement di hubungkan dengan dan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 beserta semua peraturan pelaksanaannya
b.      Ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangan lainya; dengan ketentuan bahwa yang tersebut dalam huruf a dan b, sepanjang hal itu mengenai hokum acara pidana

Ketentuan Umum, ruang lingkup berlakunya kuhap
dan dasar peradilan
1. Ketentuan Umum
            Dalam pasal 1 KUHAP ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan undang-undang adalah:
1.      Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-\undang untuk melakukan penyelidikan
2.      Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentanf tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya
3.      Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidik yang diatur dalam undang-undang ini
4.      Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan
5.      Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam undang-indang
6.      a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
 7. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara kepidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal menuntut cara yang diatur dalam undang-undang permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan
 8. Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili
9. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk meneriama,   memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas,jujur dan tidak memihak di siding pengadilan
 10.Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. sah atau tidaknya suatu panabgkapan dan atau panahana atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
 b. sah atau tidaknya penghentiaan penyidik atau penghentiaan penuntutan atas permintaan demi tegaknya hokum dan keadilan
       c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
 11.Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam siding terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas daei segala tuntutan hukum
 12.Upaya Hukum adalah hak terdakwa untuk tidak menerima putusan pengadilan terbuka,yang dapat berupa perlawanan atau banding atau kasasi untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali
 13.Penasihat Hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum
 14.Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatanya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana
 15.Terdakwa adalah seseorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan.
 16.Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasaan benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak terwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyelidikan, penuntutan atau peradilan
 17.Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuku rumah tempat tinggal dan tempat tertutup untuk melekukan tindakan pemeriksaan atau penyitaan atau penangkapan dalam hal dan diatur dalam Undang-undang ini
 18.Penggeledaan badab adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badanya atau dibawabya serta, untuk disita
 19.Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan atau kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan
 20.Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa pabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidik atau penuntut dan peradilan dalam hal menurut cara dalam undang-undang
 21.Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapan dalam hal atau cara yang diatur dalam undang-undang
 22.Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapatpemenuhan atas tuntutanya berupa imbalan sejumlah uang karena ditngkap,ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alas an yang berdasar undang-undang karena kekeliruan mengenai orangnya atau hkum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
 23.Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukkan dan harkat martabat yang diberikan pada tingkat penyidik , penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan , dituntut ataupun diadili tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang
 24.Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana
25.Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hokum seseorang yang telah melekuken tindak pidana adukan yang merugikan
26.Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan gunan kepentingan penyidikan,penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara kepentingan penyidik, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana

2. Ruang Lingkup Berlakunya KUHAP
            Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan tatacara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan pasal 2
            Dalam penjelasan pasal ini ditegaskan, bahwa:
a.       Ruang lingkup undang-undang mengikuti asasa-asasa yang dianut oleh hukum pidana Indonesia
b.      Yang dimaksud dengan “ peradilan umum”termasuk pengkhususan sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal 10 ayat 1 alinea terakhir Undang-undang Nomor 14 tahun 1970

3. Dasar Peradilan
            Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang No.8 Tahun 1981 pasal 3
Penyelidik dan Penuntut Umum
1. Penyelidik
            Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia pasal 4
Dalam pasal 5 KUHAP ditegaskan bahwa :
1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 diatas :
a.       karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1.      menerima laporan atau pengaduan seseorang tentang adanya tindak pidana
2.      mencari keterangan dan tanda bukti
3.      menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
4.      mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab
adapun tindakan lain dalaha tindakan dari penyidik unruk kepentingan  dengan syarat:
a.       tidak bertentangan dengan suatu hokum
b.      selaras dengan kewajiban hokum
c.       tindakan harus patut dan masuk akal
d.      atas pertimbanganyang layak berdasarkan keadaan memaksa
e.       menghormati hak asasi manusia
 b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat , penggeledahan dan  .                       penyitaan
2. pemeriksaan dan penyitaan surat
3. mengambil sidik jari dan memotretret seorang penyidik
4. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik
           
            2). Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan

2. Penyidik
Dalam pasal 6 KUHAP ditegaskan bahwa:
(1) Penyidik adalah:
a. pejabat polisi Negara Republik Indonesia
b. pejabat pegawai negeri sipil yang di beri wewenang khusus oleh undang-undang
(2) Syarat kepangkatan pejabat dimaksud dalam ayat (1)
       Penyidik dalam pasal 6 ayat (1) karena kewajiban menurut pasal 7 KUHAP mempunyai wewenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
b. melakukan tindakan pertama pada tempat kejadian
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari   tersangka
d. melakukan penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan
e. melakuykan sidik jari dan pemotretan
f. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
g. mengambil orang untuk didengar
h. mendatangkan orng ahli
i. mengadakan penghentian penyidikan
j. mengadakan tindakan lain
       penyidik membuat berita acara tentang pelaksanan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang.

3. Penyidik Pembantu
            Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republiuk Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
            Pelimpahan wewenang penahanan kepada penyidik tidak dimungkinankan karena penyidik pembantu hanya diberikan apabila perintah dari penyidik tidak dikemungkinkan karena hal dan keadaan. Penyidik pemnantu membuat berita acara dan menyerahkan berkas perkara kepada penyidik

4. Penuntut Umum     
            Penuntut umum adalah jaksa yang dibari wewenang oleh undang-indamg ini untuk melekuken penuntutan dan melaksanakan penetapan hakum
            Penuntut umum mempunyai wewenang yang mnuntut pasal 14 KUHAP:
a.       menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu
b.      mengadakan penuntutan
c.       memberikan perpanjangan penahanan
d.      membuat surat dakwaan
e.       melimpahkan perkara ke pengadilan
f.        menyampaikan pemberitahuaan
g.       melakukan penuntutan
h.       menutup perkara demi kepentingan hukum
i.      mengadakan tindakan lain
j.        melaksanakan penetapan hakim

Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Badan Penyitaan dan Pemeriksaan Surat
1. Penangkapan
     Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti pemulaan yang cukup. Ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan paswal 1 butir 14.
            Berkenaan dengan pelaksanaan tugas penangkapan diatur dalam pasal 18:
(1)   Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia. Surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2)   Dalam hal tertangkap tangan penagkapan dilakukan tanpa surat perintah dengan ketentuan harus ada barabg bukti yang ada pada penyidik pembantu terdekat
(3)   Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat(1) harus diberikan kepada keluarganya.
2. Penahanan
            Mengenai perintah penahan pasal 21 KUHAP menegaskan:
(1)  perintah penahanan pasal 21 KUHAP dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa berdasarkan bukti yang cukup
(2)   penahanan atau penahana lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntutan umum terhadap tersangka atau terdakwa
(3)   Tembusan surat perintah penahanan harus penetapan hakim
(4)   Penahanan hanya dapat dikenankan terhadap tersangka atau terdakwa melakukan tindakan pidana.
Jenis penahanan adalah :
a.       penahanan rumah tahanan Negara
b.      penahanan rumah
c.       penahanan kota
penyidik atau penuntut umum atau hakum berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain. Secara tersendiri surat perintah dari pnyidik tembusnya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan. Menurut pasal 24 KUHAP:
(1)   perintah penahanan diberikan oleh penyidik
(2)   jangka waktu dipergunakan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang oleh penuntutn umum
(3)   ketentuan sebagaiman pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluargaanya tersangka dari tahanan sebelumnya
(4)   setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahana demi hukum
hakim pengadilan negeri mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal KUHAP gunan kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan paling lambat tiga puluh hari.
   Terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum (pasal 27):
(1)   Hakim Mahkamahah Agung yang mengadili perkara
(2)   Jangka waktu diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung paling lama enam piluh hari
(3)   Tidak menutup kemungkinan dikeluarkan terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penehanan jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi
(4)   Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupaun perkara belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hokum
Berkenaan dengan perpanjangan penahanan, pasal 29 mengatur sebagai berikut:
(1) guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alas an yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena:
a. tersangka atau dakwaan menderita gangguan fisik atau mental yang berat
b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih
yang dimaksud kepantingan pemeriksaan ialah pemeriksaan yang belum dapat diselesaikan dalam waktu penahanan yang ditentukan.Yang dimaksud dengan gangguan fisik atau mental yang berat adalah keadaan tersangka atau terdakwa yang memungkinkan untuk diperiksa karena alasan fisik atau mental.
(2) Perpanjangan diberikan untuk paling lama tiga piluh hari dan dalam hal penahanan masih diperlikan dapat diperpanjang lagi paling lama tiga puluh hari
(3) Perpanjangan penahanan atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat:
a. penyidikan ad penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri
b. pemeriksaan di pengadilan negeri oleh ketua pengadilan negeri
c. pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung
d. pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung
(4) Penggunana kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat dilakukan secara bertahap dan dengan penuh tanggung jawab
(5) Ketentuan tidak menutup kemungkinan dikeluarkan tersangka atau terdakwa jika tahanana sebelum berakhir waktu penahanan.
(6) Setelah waktu eanam puluh hari, perkara belum selesai diperiksa atau belum diputus, tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hokum
(7) Terhadap perpanjangan penahanan pada ayat (2) tersangka atau terdakwa dapat mangajukan keberatan dalam tingkat:
a. penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi’
b. pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah
3. Penggeledahan
            Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan pengelesahan runmah atau pengeledahan pakaian atau penggeledahan badan. Wewenang mengadakan penggeledahan rumah, diatur dalam KUHAP pasal 33 sebagai berikut:
(1) Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan pengeledahan rumah yang diperlukan, untuk melakukan penggeledahan harus mempunyai izin dari pengadilan negeri guna menjami hak asai seseorang atas rumah kediamanya.
(2) Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis kepolisian dari penyidik petugas kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memasuku rumah
(3) Setiap kali memasuku rumah harus disaksikan oleeeh kedua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya
(4) Setiap kali memasuku rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi
(5) Dalam waktu dua hari setelah memasuki atau menggeledah harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemulik atau penghuni rumah yang bersangkutan
Selanjutnya dalam pasa 34 KUHAP :
(1) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mengurangi ketentuan pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan:
a. pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada diatasnya
b. pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal , berdiam atau ada
c. ditempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya
d. ditempat penginapan dan tempat umum lainnua
(2) Dalam hal penyidikan melakukan penggeledahan seperti dimaksudkan dalam ayat (1) penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku atau tuklisa lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan debgan tindak pidana. Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tuidak diperkenankan memasuki:
a. ruang dimana sedang berlangsung siding MPR, DPR atau DPD
b. tempat dimana sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan
  c. ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan

4. Penyitaan
       Penyitaan dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Peyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin, tanpa mengurangi ketentuan diatasbya, penyidik dapat melekuken hanya atas benda bergerak dan untuk wajib segera melaporkah kepada ketua pengadilan negeri.
Terhadap apa saja dilakukan penyitaan:
Adapun yang dapat dilakukan penyitaan adalah:
a.       benda atau tagihan tersangka
b.      benda yang dipergunakan secara langsung
c.       benda yang digunakan untuk menghalang-halanginya
d.      benda yang khusus dibuat atau dipergunakan melakukan tindak pidana
e.       benda lain yang langsung dihubungkan dengan tindak pidana
Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karenapailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidik, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan. Penyidik berwenang memerintah kepada orang yang menguasai benda dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yna menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
            Surat atau tulisan hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau tulisan berasal dari tersangka atau terdakwa.
Penyitaan surat atau penulisan mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakan, sepanjang tidak menyangkut rahasia Negara hanya dapat dilakukan persetujuanmereka atas izin khusus ketua pengadilan negeri
            Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hokum jika biaya penyimpanan benda akan menjadi tinggi dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan:
a.                   apabila perkara ada ditangan penyidik atau penuntut umum benda tersebut dapat dijual atau dilelang atau diamankan oleh penyidik
b.                   apabila perkara sudah ditangan pengadilan maka benda tersebut dapat diamankan atau dujual lelang oleh penuntu umum atau izin hakim yang menyidangkan perkaranya
Hasil pelelangan benda yang bersangkutan  berupa uang dipakai sebagai bukti.Benda yang sifatnya terlarang atau dilarang diedarkan tidak termasuk ketentuan sebagaimana dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan Negara untuyk dimusnahkan.Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orng dari siapa benda disita atau kepada orang atau mereka yang berhak apabila:
a.       kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi
b.      perkara tersebut tidak dituntut karena tidak cukup bukti
c.       perkara tersebut dikesampinganan untuk kepentingan umum
dalam pengembalian barang sitaan harus memperhatikan segi kemanusiaan dengan mengutamakan pengembalian benda yang menjadi sumber kehidupan. Apabila perkara sudah putus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan.

5. Pemeriksaan surat
            Penyidik berhak membuka , memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui surat kantor pos atau telekomunikasi. Penyidik dapat meminta kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi untuk menyerahkan kepadanya surat itu harus diberikan surat tanda penerimaan. Apabila sudah dibuka dan diperiksa bahwa surat itu ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa surat itu tidak ada hubunganya dengan perkara.

Tersangka , Terdakwa , Bantuan Hukum , Berita Acara dan Sumpah atau Janji

1. Tersangka dan Terdakwa
   Tersangka berhak mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan dapat diajukan kepada penuntut umum. Tersangka berhak perkaranya dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum. Terdakwa erhak diadili di pengadilan. Diberikan hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal ini adalah untuk menjauhkan kemungkinan terkatung-katung nasib seseorang yang tersangka melekukan tindak pidana, jangan sampai tidak mendapat pemeriksaansehingga tidak adanya kepastian hokum, adany7a perlakuan sewenag-wenang dan tidak wajar.
Untuk mempersiapakan pembelaan:
a.       tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada pemeriksaan dimulai
b.      terdakwa berhak diberitahu dengan jeles dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadnya
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan atau pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Karena itu wajib cdicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa. Tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan juru bahasa. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukm dengan ketentuan undang-undang.       
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberi tahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan kepada keluarganya atau orang lain serumahnya dengan tersangka yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhan(pasal 59)
Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak kekeluargaan dan lain tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukm (pasal 60)
Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung menghubungi atau menerima perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak saudaranya dalam hal yang tidak ada hubunganya dengan perkara  untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan kekeluargaan ( pasal 61)
Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakum atau pejabat rumah tahanan Negara, hal itu diberitahukan kepada tersangka atau terdakwa dan surat dikirim kembali kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunti”telah di tilik”(pasal 62)
Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari kerohanian(pasal 63)
Terdakwa berhak untuk diadili disidang pengadilan yang terbuka untuk umum(pasal 64)
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus yang menguntungkan bagi dirinya(pasal 65)
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian ketentuan uni penjelmaam dari asas”praduga tak bersalah” (pasal 66)
Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta tolong terhadap putusan pengadilan tingkar pertama keculai terhadap putusan bebasa, lepas dari segala tuntutan hukm yang menyangkut masalah kurangnya tepatnya penerapan hukm dan putusan pengadilan dalam acara cepat (pasal 67)
Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 dan selanjutnya pasal 68)
2. Bantuan Hukum
Berkenaan dengan hak penasihat hokum, pasal 70 KUHAP menegaskan:
(1)   penasihat hukm dimaksudkan dalam pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya
(2)   jika terdapat bukti hokum menyalahgunakan haknya dalam pembicaran dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatanan memberi peringatan kepada penasihat hokum
(3)   apabila peringatan tidak diindahkan maka hubunganya tersebut diawasi oleh pejabat yang tersebut pada ayat(2)
(4)   apabila setelah diawasi, haknya masih disalah gunakan maka hubungan disaksikan oleh pejabat pada ayat(2) dan apabila itu tetap dilanggar maka hubunganya dilarang.
Penasihat hokum dengan tingkatan pemeriksaan dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan. Dalam hal kejahatan terhadap keamanan Negara , pejabat dapat mendengar isi pembicaraan (pasal 71)
Dalam tingkat pewnuntutan ialah semua berkas termasuk surat dakwaan. Pemeriksaan di tingkat pengadilan adalah seluruh berkas perkara termasuk putusan hakum(pasal 72).
3. Berita Acara
Berkenaan dengan berita acara, pasal 75 KUHAP menegaskan:
(1) Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:
a. pemeriksaan tersangka
b. penangkapan
c. penahanan
d. pengeledahan
e. pemasukan rumah
f. penyitaan benda
g. pemeriksaan surat
h. pemeriksaan saksi
i. pemeriksaan ditempat kejadian
j. pelaksanan penetapan dan putusan pengadilan
k. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan undang-undang
(2) Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada ayat (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan
(3) Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat juga ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan pada ayat (1)
4. Sumpah atau janji
     Dalam hal ini berdasarkan ketentuan dalam undang-undang adanya pengambilan sumpah atau janji, maka diperlukan dipakai peraturan perundang-undangan tentang sumpah atau janji yang berlaku, baik isinya maupun mengenai tatacaranya.

Wenang Pengadilan Untuk Mengadili
1.      Praperadilan
Dalam KUHAP pasal 77 ditegaskan, bahwa pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.       sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentan penyidikan atau penghentian penuntutan
b.      ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan tau penuntutan.
Kemudian pasal 78 KUHAP menyataan bahwa yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 adalah praperadilan.
Acara pemeriksaan praperadilan diatur dalam pasal 82 KUHAP.
2.      Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita menganut asas personalitas aktif dan asas personalitas pasif.
3.      Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung
Pengadilan tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding (pasal 87).
Mahkamah agung berwenang mengadili semua perkara pidana yang dimintakan kasasi (pasal 88).
4.      Koneksitas
Pengertian koneksitas ditegaskan dalam KUHAP pasal 89 sebagai berikut:
(1)      tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
(2)      Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh suatu tim tetap.

Ganti Kerugian, Rehabilitasi dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian
1.      Ganti Kerugian
Hak menuntut ganti kerugian karena ditangkap atau ditahan tanpa alas an yang sah diatur dalam pasal 95 KUHAP sebagai berikut:
tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian  karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
2.      Rehabilitasi
Menurut pasal 97 KUHAP, seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hokum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hokum tetap.
3.      Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian
Menurut Pasal 98 KUHAP:
(1)   Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua siding atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.
Penyidikan dan Penuntutan
1.      Penyidikan
Penyidik yang mengetahui, menerima atau pengaduan tentang terjadinya sutu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidan wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 106).



2.      Penyidikan
Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (pasal 106).
Tata cara melakukan tindakan penyidikan diatur dalam pasal 107 KUHAP sebagai berikut:
Dalam hal penyidik telah mulai penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.
Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak dating, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya (pasal 112).
Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alas an yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat dating kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu dating ke tempat kediamannya (pasal 113).
Untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka sejak dalam taraf penyidikan kepad atersangka sudah dijelaskan bahwa tersangka berhak didampingi penasehat hukum pada pemeriksaan di sidang pengadilan (pasal 114).
Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.
Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalakan, ia harus mulai diperiksa oleh penidik (pasal 122).
Tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan ats penahaan atau jenis penahan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan itu.
Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau kelua5rganya, selanjutnya berlaku ketentuan sebagaimna dimaksud dalam pasal 33 dan pasal 34 di atas.
Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu ia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita (pasal 128).
Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
Benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitan, identitas orang dari mana benda itu disita dan lain-lainnya yang kemudian diberi lak dan cap jabatannya dan ditanda tangani oleh penyidik.
3. Penuntutan
Penuntutan umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili (pasal 137).
Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatna membuat surat dakwaan.
Pelimpahan perkara oleh penuntut umum ke pengadilan negeri, pasal 143 KUHAP.

Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
1. Panggilan dan dakwaan
Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tdak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai (pasal 146).
Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.
Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili:
a.       antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain;
b.      antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang berlainan;
c.       antara du pengadilan tinggi atau lebih (pasal 151)

3. Acara pemeriksaan biasa
Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang.
Pasal 153 KUHAP mengatur tentang persidangan.
Padal 157 KUHAP :
(1)   seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tersampai derajat ketiga, hubungan suami atau istri meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera.
(2)   Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib mengundurkan diri dari menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga sedarah tau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat hukum.
Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang.
Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 ayat (3) dan ayat (2), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan.
Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim (paasl 161).
Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang (pasal 163).
Hakim berwenang untuk memperingatkan baik kepada penuntut umum maupun kepada penasihat hukum, apabila pertanyaan yang diajukan itu tidak ada kaitannya dengan perkara (pasal 164).
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa maupun kepada saksi.
Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana.
Dan jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan (pasal 175).
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Proses pemeriksaan selanjutnya menurut pasal 182 KUHP ialah sebagai berikut:
(1)   a. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana
b. Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaan yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukum selalu mendapat giliran terakhir.
c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan. Dalam hal terdakwa tidak dapat menulis, panitera mencatat pembelaanya.
(2)   Jika acara tersebut pada ayat (1) telah selesai. Hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membuka sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukukm dengan memberikan alasannya. Sidang dibuka kembali dimaksudkan untuk menampung data tambahan sebagai bahan untuk musyawarah hakim.
(3)   Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang.
(4)   Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dabn segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
(5)   Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapaat harus disertai pertimbangan besrta alasannya.
(6)   Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.       Putusan diambil dengan suara terbanyak;
b.      Jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh, putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.
(7)   Pelaksanaan pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia.
(8)   Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga dan pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat umum.

4.   Pembuktian dan Putusan Dalam Acara Pemeriksaan Biasa
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepaastian hukum bagi seorang (pasal 183).
Alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana ialah:
a.       Keterangan saksi;
b.      Keterangan ahli;
c.       Surat;
d.      Petunjuk;
e.       Keterangan terdakwa.
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah (pasal 184).
Berkenaan dengan keterangan saksi, pasal 185 KUHAP menjelaskan sebagai berikut:
1)      Keterangan saksi sebagai nalat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan. Dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangannya yangd iperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu.
2)      Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya
3)      Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai denagans uatu alat bukti yang sah lainnya.
4)      Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dengan digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
5)      Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi.
6)      Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
a.       Persesuaian antara keterangan saksi  atau dengan yang lain;
b.      Persesuaian antara ketarangan saksi dengan alat bukti lain;
c.       Alasan yang mungkin diperegunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
d.      Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhidapat tidaknya keterangan itu dipercaya;yang dimaksud ialah untuk mengingatkan hakim agar memperhatikan keterangan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas,jujur dan objektif.
7)      Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yanng lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.
Keterangan ahli ialah pa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:
  1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
  2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundanganatau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnyadan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; sedangkan yang dimaksud dengan surat yang dibuat oleh pejabat , termasuk surat yang dikeluarkan oleh suatu majelis yang berwenang untuk itu.
  3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
  4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain (pasal 187).
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk sebagaimana dimaksud hanya dapat diperoleh dari:
a.       Keterangan saksi;
b.      Surat;
c.       Keterangan terdakwa.
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam suatu keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya (pasal 188).
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,  melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain (pasal 189).
Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk membebaskan terdakwa, jika terdapat alasan cukup untuk itu dengan mengingat  ketentuan pasal 30 (pasal190).
Apabila kesalahan terdakwa tidak terbukti, menurut pasal 191 KUHAP:
1)      Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan  yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Yang dimaksud dengan “perbuatan yang didawakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan “ adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana ini.
2)      Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
3)      Dalam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah, maka alasan tersebut secara jelas diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri sebagai pengawas dan pengamat terhadap pelaksanaan putusan pengadilan.
Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalm pasal 191 ayat (3) segera dilaksanakan oleh jaksa sesudah putusan diucapkan.
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan disidang terbuka untuk umum (pasal 195).
Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan lain. Ayat ini diambil dari asas yang termaktub dalam pasal 16 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970. Oleh karena ketentuan mengenai”Pemeriksaan” sudah diatur terlebih dahulu, maka dalam ayat ini hanya diatur mengenai segi ”memutus perkara”.
Segera  sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya yaitu:
a.       Hak segera menerima atau segera menolak putusan;
b.      Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini;
c.       Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalm tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
d.      Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan.
e.       Hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini.
Pemberitahuan ini dimaksudkan supaya terdakwa mengetahui haknya (pasal196).
1)      Surat putusan pemidanaan menurut pasal 197 KUHAP harus memuat:
a.       Kepala putusan yang dituliskan berbunyi:
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b.      Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c.       Dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d.      Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa. Yang dimaksud dengan”fakta dan keadaan disini” ialah segala apa yang ada dan apa yang diketemukan di sidang oleh pihak dalam proses antara lain penuntut umum, saksi, ahli, terdakwa, penasihat hukum dan saksi korban.
e.       Tuntutan pidana sebagimana terdapat dalam surat tuntutan;
f.        Pasal peraturan perundangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g.       Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
h.       Pernyataan kesalahan terdakwa
i.         Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan
2)      Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,I,j,k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.
3)      Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.
5.      Acara pemeriksaan Singkat
Pelaksanaan acara pemeriksaan singkat diatur dalam pasal 203 KUHAP. Jika dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang diperiksa dengan acara singkat ternyata sifatnya jelas dn ringan, yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan persetujuan terdakwa dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut (pasal 204)
6.      Acara Pemeriksaan Cepat
a.      Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pasal 205 mengatur acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan (pasal 206).
Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dengan maksud agar terdakwa dapat memenuhi kewajibannya untuk datang ke sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan.
Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga. Sesuai dengan acara pemeriksaan cepat, maka pemeriksaan dilakukan hari itu juga.
Hakim memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara (nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelammin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan) yang diterimanya dengan masing-masing diberi nomor untuk dapat diselesaikan secara berurutan. Tidak diperlukan surat dakwaan yang dibuat penuntut umum melainkan cukup ditulis dalam buku register (pasal 207).
Saksi tidak perlu mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu (pasal 208). Putusan dicatat oleh hakim ditandatangani oleh haim dan panitera.
Berita acara pemeriksaan tidak dibuat kecuali dalam pemeriksaan tersebut ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara yang dibuat oleh penyidik. Dimaksudkan untuk mempercepat penyelesian perkara, meskipun demnikian dilakukan dengan penuh ketelitian (pasal 209).
Ketentuan dalam bagian kesatu, bagian kedua dan bagian ketiga bab ini tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraph ini (pasal 210).
b.      Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Adapun yang diperiksa menurut acara pemeriksaan (perkara pelanggaran lalu lintas), ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundangan lalu lintas jalan (pasal 211).
Untuk perkara ini tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan (pasal 207 ayat 1 huruf a) segera diserahkan kepada pengadilan pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya (pasal 212).
Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang (pasal 213). asal 214 KUHAP mengatur perihal tidak hadirnya terdakwa.
Makna yang terkandung dalam acara pemeriksaan cepat, segala sesuatu berjalan dengan cepat dan tuntas, maka benda sitaan dikembalikan kepada yang paling berhak pada saat amar putusan telah dipenuhi (pasal 215).
Keentuan dalam pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraph ini (pasal 216).

7.      Pelbagai Ketentuan
Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib di persidangan. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk memelihara tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat(pasal 217)
Dalam ruang sidang siapa pun wajib menunjukan sikap hormat kepada pengadilan.
Tugas pengadilan luhur sifatnya, tidak hanya bertanggungjawab kepada hukum, sesama manusia dan dirinya, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sikap hormat secara wajar dan sopan serta tingkah laku yang tidak menyebabkan kegaduhan atau terhalangnya persidangan (pasal 218).
Siapa pun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang dan siapa yang membawanya wajib menitipkan di tempat yang khusus disediakan untuk itu.
Ketentuan tentang larangan membawa senjata di atas, tidak mengurangi kemungkinan untuk dilakukan penuntutan bila ternyata bahwa penguasaan benda atas benda tersebut bersifat suatu tindak pidana (pasal 219).
Petugas keamanan dalam pasal ini ialah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia dan tanpa mengurangi wewenangnya dalam melakukan tugasnya wajib melaksanakan petunujk ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
Tiada seorang hakim pun diperkenankan mengadili sesuatu perkara yang ia sendiri berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung (pasal 220).
Bila dipandang perlu hakim di sidang atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan terdakwa atau penasihat hukumnya dapat memberi penjelasan tentang hukum apa yang berlaku (pasal 221).
Siapa pun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan pada Negara.
Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentu dengan persetujuan pengadilan, biaya perkara dibebankan pada Negara (pasal 222)
Jika hakim memberi perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau janji di luar sidang, hakim dapat menunda pemeriksaan perkara sampai pada hari sidang yang lain. Hakim menunjuk panitera untuk menghadiri pengucapan sumpah atau janji tersebut dan membuat berita acaranya (pasal 223).
Semua surat putusan pengadilan disimpan dala arsip pengadilan yang mengadili perkara itu pada tingkat pertamadan tidak boleh dipindahkan kecuali undang-undang menentukan lain. Penyimpanan surat putusan pengadilan meliputi seluruh berkas mengenai perkara yang bersangkutan (pasal 224)
Panitera menyelenggarakan buku daftar untuk semua perkara. Dalam buku daftar itu dicatat nama dan identitas terdakwa, tindak pidana yang didakwakan, tanggal penerimaan perkara, tanggal terdakwa mulai ditahan apabila ia ada alam tahanan, tanggal dan isi putusan secara singkat, tanggal penerimaan permintaan dan putusan banding atau kasasi, tanggal permohonan serta pemberian grasi, amnesty, abolisi atau rehabilitasi, dan lain hal yang erat hubungannya denga proses perkara (pasal 225).
Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain dengan seizing ketua pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan dari permintaan tersebut. Pelaksanaan dari ayat ini tidak boleh sedemikian rupa sifatnya sehingga akan merupakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 226).
Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikanselambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau tempat kediaman mereka terakhir.
Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat sebagaimana dimaksud surat panggilan disampaikan melalui kepada desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tampat di mana orang yang dipanggil biasa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil disampaikan, maka surat panggilan ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut (pasal 227).
Tiap jangka waktu yang ditentukan dalam undang-undang ini, selalu dihitung hari berikutnya setelah hari pengumuman, perintah atau penetapan dikeluarkan (pasal 228).
Saksi atau ahli yang hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tata ruang di gedung pengadilan dalam ruang sidang diatur dalam pasal 230 KUHAP.
Pengaturan lebih tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 217 ditetapkan dalam keputusan menteri kehakiman (pasal 231)
Sebelum sidang dimulai, panitera, penuntut umum, penasihat hukum dan pengunjung yang sudah ada, duduk di tempatnya masing-masing dalam ruang sidang. Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang semua yang hadir berdiri untuk menghormat.
Selama sdang berlangsung setiap orang yang keluar masuk ruang sidang diwajibkan memberi hormat (pasal 232).

 Upaya Hukum Biasa
1.      Pemeriksaan Tingkat Banding
Pemeriksaan tingkat banding diatur dalam pasal 233 KUHAP
Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 233 ayat (2) telah lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yang bersangkutan dianggap menerima putusan.
Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka panitera mencatat dan membuat akta mengenai  hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara (pasal 234).
Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi.
Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus sedangkan sementara itu pemohon mencabut permintaan bandingnya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan tinggi hingga saat pencabutannya (pasal 235).
Dalam hal pemohon banding yang dengan jelas menyatakan secara tertulis bahwa ia akan  mempelajari berkas tersebut di pengadilan tinggi, maka kepadanya wajib diberi kesempatan  untuk itu secepatnya tujuh hari setelah berkas perkara diterima oleh pengadilan tinggi. Kepada setiap pemohon banding diberi kesempatan untuk sewaktu-waktu meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah ada di pengadilan tinggi (pasal 236).
Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi (pasal 237).
Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi  dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan negeri.
Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan  apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa. Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya (pasal 238).
Jika seorang hakim yang memutuskan perkara dalam tingkat pertama kemudian telah menjadi hakim pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang memeriksa perkara yang sama dalam tingkat banding (pasal 239).
Jika perlu pengadilan tinggi dengan keputusan dapat membatalkan penetapan dari pengadilan tinggi sebelum dijatuhkan (pasal 240).
Dalam hal pembatalan tersebut terjadi atas keputusan pengadilan negeri karena ia tidak berwenang memeriksa perkara itu, maka berlaku ketentuan tersebut pada pasal 148 (pasal 241).
Jika dalam pemeriksaan tingkat banding  terdakwa yang dipidana itu ada dalam tahanan, maka pengadilan tinggi dalam putusannya memerintahkan supaya terdakwa perlu tetap ditahan atau dibebaskan (pasal 242).
Berkenaan dengan putusan pengadilan tinggi pasal 243 KUHAP menegaskan:
1)      Salinan surat putusan pengadilan tinggi  beserta berkas perkara dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan negeri yang memutuskan pada tingkat pertama.
2)      Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada terdakwa dan penuntut umum oleh panitera pengadilan negeri dan selanjutnya pemberitahuan tersebut dicatat dalam salinan surat putusan pengadilan tinggi.
3)       Ketentuan mengenai putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 226 berlaku juga bagi putusan pengadilan tinggi.
4)      Dalam hal terdakwa bertempat tinggal diluar daerah hukum pengadilan negeri tersebut, panitera minta bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal untuk memberitahukan isi surat putusan itu kepadanya.
5)      Dalam hal terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di luar negeri, maka isi surat putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan melalui kepala desa atau pejabat atau melalui perwakilan Republik Indonesia, dimana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut melalui dua buah surat kabar yang terbit dalam daerah hukum pengadilan negeri itu sendiri atau daerah yang berdekatan dengan daerah itu.

2.      Pemeriksaan Untuk Kasasi
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas (pasal 244).
Perihal permohonan kasasi  diatur dalam pasal 245 KUHAP.
Menurut pasal 246 KUHAP :
1)      Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan , maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan
2)      Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),   pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi hak untuk itu gugur.
3)      Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera mencatat dan membuat akta mengenai/hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.
Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh mahkamah agung, permohonan dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi.
Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani biaya perkara yang telah dikeluarkan Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya. Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali (pasal 247)

Upaya hHukum Luar Biasa
1.      Pemeriksaan Tingkat Kasasi demi Kepentingan Hukum
Pasal 259 KUHAP menegaskan bahwa demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.
Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung (pasal 260). 
2.      Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap
Berkenaan dengan peninjauan kembali putusan pengadilan, pasal 263 KUHAP menegaskan:
1)      Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap, kecuali kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli waris nya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
2)      Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:
a.       Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu siding masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hokum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b.      Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alas an putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain ;
c.       Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
3)      Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
Dalam hal Mahkamah agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:
Apabila Mahkamah Agung  membenarkan alasan pemohon, Mahkamah agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
1)      Putusan bebas;
2)      Putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
3)      Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
4)      Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.

Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Pengawasan dan Pengamatan Putusan Pengadilan
1.      Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya (pasal 270).
Dalam hal  pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak dimuka umum dan menurut ketentuan undanng-undang (pasal 271).
Jika terpidana di pidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu. Ketentuan yang dimaksud dalam pasal 272 ialah bahwa pidana yang dijatuhkan berturut-turut secara berkesinambungan diantara menjalani pidana yang satu dengan yang lain.
1)      Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, menurut pasal 273 kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi.
2)      Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan.
3)      Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk Negara, selain pengecualian sebagaimana tersebut pada pasal 46, jaksa menguasakan benda tersebut pada kantor lelang Negara dan dalam waktu tiga bulan untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas Negara untuk dan atas nama jaksa. Jangka waktu tiga bulan dalam ayat inidimaksudkan untuk memperhatikan hal yang tidak mungkin diatasi pengaturannya dalam waktu singkat
4)      Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (3) dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan. Perpanjangan waktu sebagaimana tersebut pada ayat ini tetap dijaga agar pelaksanaan lelang itu tidak tertunda.
Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan atau ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 274 dibebankan kepada mereka bersama-sama secara berimbang.
Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan undang-undang (pasal 276).
2.      Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. Hakim tersebut disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun (pasal 277).
Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani olehnya, kepala lembaga permasyarakatan dan terpidana kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya dalam register pengawasan dan pengamatan (pasal 278).
Register pengawasan dan pengamatan sebagaimana tersebut pada pasal 278 wajib dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui, ditandatangani jua oleh hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 277 (pasal 279).
Kepastian putusan pengadilan dalam pasal 280.
Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat, kepala lembaga permasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan hakim tersebut. Informaasi yang dimaksud dalam pasal ini dituangkan dalam bentuk yang telah ditentukan (pasal 281).
Jika dipandang perlu demi pemberdayagunaan pengamatan, hakim pengawas dan pengamat dapat membicarakan dengan kepala lembaga permasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana tertentu. (pasal 282)
 Hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat kepada ketua pengadilan secara berkala (pasal 283).

 Ketentuan Peralihan
Terhadap perkara yang ada sebelum undang-undang ini diundangkan, sejauh mungkin diberlakukan ketentuan undang-undang ini.
Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan (31 Desember 1981), maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan  khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada unang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
Catatan :
1.      Semua perkara adalah perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan.
2.      Ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada, antara lain :
a.       Undang-undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi (Undang-undang Nomor 7 Drt. Tahun 1945)
b.      Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Undang-undang Nomor 3 tahun 1971).

Dengan catatan bahwa semua ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu akan ditinjau kembali, diubah atau dicabut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (pasal 284).



ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
(HUKUM TATA PEMERINTAHAN)

Hukum Tata Pemerintahan berasal dari bahasa Belanda “Administratiefrecht”, “Administrative Law” menurut ilmu pengetahuan hukum di Inggris, “Droit Administratief” di Perancis, atau “Verwaltungsrecht” di Jerman. Pada tahun 1946 dalam  “Het Universiteits Reglement” (Staatsblad 1947 No. 170: Peraturan Universitas) pada pasal 34 dipisahkan menjadi dua mata pelajaran yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu” Staatsrecht” (Hukum Tata Negara) dan “Administratiefrecht” (Hukum Administrasi Negara), dan yang resminya dipakai pada Universiteit van Indonesia (Universitas Indonesia): Staatrecht dikuliahkan oleh Prof. Mr. G.J. Resink dan Administratiefrecht dikuliahkan oleh Mr. W.F. Prins.
Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1969, pengertian istilah Hukum Administrasi Negara oleh G. Pringgodigdo, SH (dosen Universitas Indonesia) dijelaskan sebagai berikut: “Oleh karena di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan administratif berada dalam satu tangan, yaitu Presiden, maka penger­tian Hukum Administrasi Negara yang luas terdiri atas tiga unsur, yaitu:
1.      Hukum Tata Pemerintahan, yakni Hukum Eksekutif atau Hukum Tata Pelaksanaan Undang-undang; dengan perkataan lain, Hukum Tata Pemerintahan ialah hukum mengenai aktivitas-aktivitas kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang),
2.      Hukum Administrasi Negara dalam arti sempit, yakni hukum tata pengurusan rumah tangga negara (rumah tangga negara dimaksudkan, segala tugas-tugas yang ditetapkan dengan undang-undang sebagai urusan negara), dan
3.      Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai surat-menyurat, rahasia dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelaporan dan statistik, tata-cara penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan nikah, talak dan rujuk, publikasi dan penerbitan-penerbitan negara.
Ada tiga arti daripada Administrasi Negara, yaitu:
a.       sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah, atau sebagi institusi politik (kenegaraan); artinya meliputi organ yang berada di bawah Pemerintah,  mulai dari Presiden, Menteri (termasuk Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal), Gubernur Bupati, dan sebagainya, singkatnya semua organ yang menjalankan Ad­ministrasi Negara;
b.      sebagai fungsi atau sebagai aktivitas, yakni sebagai kegiatan “pemerintahan”,   artinya   sebagai   kegiatan   “mengurus   kepentingan negara”;
c.       sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang, artinya meliputi segala tindakan aparatur negara dalam menyelenggarakan undang-undang.
Thorbecke membagi bidang ilmu hukum dalam 3 bidang, yaitu:
a.       Privaatrecht (Hukum Sipil)
b.      Strafrecht (Hukum Pidana)
c.       Polrtierccht (Hukum Kepolisian).
Seperti gurunya Oppenheim, maka juga Van Vollenhoven membagi hukum dalam:
a.       Hukum Publik (Hukum Negara)
b.      Hukum Privaat (Hukum Sipil).
Menurut Van Vollenhoven Hukum Administrasi Negara ialah kesemua kaidah-kaidah hukum yang bukan Hukum Tata Negara Material, bukan Hukum Perdata Material dan bukan Hukum Pidana Material (teori residu). Van Vollenhoven membagi Hukum Admmistrasi Negara ke dalam:
a.       Regelaarsrecht = the law of the legistative process = Hukum Peraturan perundangan
b.      Bestuursrecht = the law of government = Hukum Tata Pemerin­tahan
c.       Justitierecht = the law of the administration of justice = Hukum Acara Peradilan
d.      Politierecht = the law of the adminstration of security = Hukum Kepolisian
Selain itu Justitierecht dibaginya lagi ke dalam:
1)      Staatsrechtlijke Recthspleging (Peradilan Ketatanegaraan)
2)      Privaatrechtlijke Recthspleging (Peradilan Perdata)
3)      Strafrechtlijke Recthspleging (Peradilan Pidana)
4)      Administratiefrechtlijke Recthspleging (Peradilan Administrasi)
Mengenai hubungan antara Hukum Tata Pemerintahan atau “Bestuursrecht” dengan Hukum Administrasi Negara, Prof. Dr. J.R Stellinga mengemukakan bahwa ada tiga faham, yaitu :
1)      Hukum Administrasi Negara adalah lebih luas daripada Hukum Tata Pemerintahan (menurut faham Van Vollenhoven)
2)      Hukum Adminstrasi Negara adalah fdentik dengan Hukum Tata Pe­merintahan (menurut faham Prof. Mr. J.H.P.M. Van der Grinten)
3)      Hukum Administrasi Negara adalah lebih sempit daripada Hukum Pemerintahan (faham Mr. Dr. H.J. Romeijn & Prof. Dr. G.A. Van Poelje).
Penulisan istilah Administratiefrecht (Hukum Administrasi Negara) di Negara Belanda terdapat perbedaan: yaitu yang menulis dengan satu kata Administratiefrecht dan yang menulis dengan dua kata Adminis­trate/Recht.
Selain itu beberapa sarjana Belanda tidak menggunakan istilah Administratief Recht melainkan menggunakan istilah Bestuursrecht, misalnya:
1)      Prof. Dr. G.A. Van Poelje, bukunya:
a.       Inleiding tot het Bestuursrecht
b.      Algemene Inleiding tot de Besturskunde
c.       Hand-en Leerboek der Bestuurswetenschappen    
Jilid ke-6 dari buku ketiga ini sudah diterjemahkan oleh Drs. Ben Mang Reng Say, dengan judulnya “Pengantar Umum Ilmu Pemerin­tahan”
2)      Prof. Mr. G.J. Wiarda, dalam Pidato Inaugurasinya (pidato pelantikan) berjudul: “De Wetenschap van Het Berstuurstecht en de spanning tussen gezag en gerechtigheid”.
3)      Prof. Mr. A.M. Donner, bukunya: Nederlands Bestuursrecht
Istilah-istilah Verfassungrecht dan Verwaltungsrecht adalah sama dengan istilah Droit Constitutionnel dan Droit Administratief di Perancis atau Constitutional Law dan Administrative Law di Inggeris atau Staatsrecht dan Administratiefrecht di Negeri Belanda.
Di negeri Belanda Staatsrecht mempunyai dua pengertian: dalam ar­ti luas yang meliputi:
a.       Staatsrecht dalam arti sempit yang disebut Hukum Konstitusi Negara atau juga Hukum Tata Negara
b.      Hukum Administrasi Negara.
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam disertasi beliau (karangan ilmiah untuk mencapai gelar Doktor) yang berjudul “Masalah Peradilan Administrasi dalam Hukum Pajak di Indonesia”, juga mempergunakan dan mempertahankan istilah Administrasi dengan alasan-alasan berikut:
a.       Kata Administrasi itu sudah diterima umum, dan telah dipergunakan oleh Pemerintah kita. Buktinya dengan adanya Lembaga Adminis­trasi Negara, Administrasi Negara, Sekolah Staf Pimpinan Adminis­trasi dan lain-lain;
b.      Kata Administrasi yang asalnya dari istilah Latin Ad-Minhtrace yang berarti pengabdian atau pelayanan (service).
Ada dua pengertian administrasi yaitu: Administrasi dalam pengertian sempit dan Administrasi dalam pengertian luas. Dalam pengertian sempit, Administrasi berarti Tata Usaha (office-work). Di Negeri Belanda pengertian Bestuur dimaksudkan dalam pengertian Administrasi. Sedang bagi Indonesia pengertian Bestuur mengandung arti khusus dalam gerak aktivitas dalam negeri yang kini kita kenal dengan “pamong praja”, seperti dahulu Departement van Binnenlands Bestuurs. Administrasi dalam pengertian luas, dapat ditinjau dari tiga sudut, yakni:
a.       Administrasi sebagai proses dalam masyarakat
b.      Administrasi sebagai suatu jenis kegiatan manusia
c.       Administrasi sebagai kelompok orang yang secara bersama-sama sedang menggerakkan kegiatan-kegiatan di atas.
Dengan perkataan lain Administrasi dapat ditinjau dari:
a)      Sudut proses (Administrasi sebagai Proses)
b)      Sudut fungsi (Administrasi dalam arti fungsional)
c)      Sudut kepranataan (Institution), administrasi dalam arti kepranataan.
Ditinjau dari sudut proses, maka Administrasi merupakan kese­luruhan proses-proses, yang mulai dengan proses pemikiran, proses pengaturan, proses pencapaian tujuan sampai dengan proses tercapainya tujuan itu.
Ditinjau dari sudut fungsi/tugas, Administrasf berarti keseluruhan tindak atau aktivitas-aktivitas yang mau tak mau harus dilakukan dengan sadar oleh suatu Perusahaan (Negara) atau kelompok orang-orang yang berkedudukan sebagai Administrator atau pemimpin suatu usaha. Obyek Administrasi dapat digolongkan dalam tiga golongan besar yaitu:
1)      Administrasi yang berobyek kenegaraan (Public Administration)
2)      Administrasi yang berobyek Private/Business (Business Administration)
3)      Administrasi yang berobyek Internasional.
Administrasi yang berobyek kenegaraan dapat dibagi lagi menjadi:
a.       Administrasi Pemerintahan yang dapat pula dibagi menjadi:
1)      Administrasi Sipil, yaitu seluruh aktivitas yang dilakukan oleh departemen, direktorat, sub-direktorat sampai kepada aktivitas camat dan Lurah
2)      Administrasi Militer (Angkatan Bersenjata) yang terdiri dari:
a)      Administrasi militer (Angkatan Darat)
b)      Administrasi militer (Angkatan Laut)
c)      Administrasi militer (Angkatan Udara)
d)      Administrasi Kepolisian Negara.
b.      Administrasi Perusahaan Negara: seluruh aktivitas yang bergerak di bidang perusahaan yang hakekatnya dapat digolongkan berdasarkan gerak usaha untuk: produksi: distribusi, transport, banking, assuransi dan sebagainya.
Administrasi yang berobyek private/business dapat dibagi menjadi:
1)      Administrasi perusahaan: Yang termasuk ke dalamnya ialah aktivitas-aktivitas di bidang produksi, transport, assuransi, banking dan sebagainya yang pada hakekatnya sama dengan ruang gerak dari Administrasi perusahaan Negara.
2)      Administrasi bukan perusahaan (non business): Yang termasuk ke dalamnya ialah aktivitas yang biasanya cenderung ke arah usaha sosial seperti:
  1. Administrasi Perguruan Swasta
  2. Administrasi Rumah Sakit Swasta
  3. Administrasi Hotel Swasta.

Administrasi yang berobyek Internasional
Yang termasuk ke dalam­nya seluruh aktivitas yang bergerak dalam bidang Internasional seperti yang dilakukan oleh PBB serta cabang-cabangnya UNICEF, ILO dan se­bagainya. Dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1961 disebutkan, bahwa Perguruan Tinggi Swasta terdiri atas tiga tingkat yaitu:
a.       Perguruan Tinggi Swasta terdaftar
b.      Perguruan Tinggi Swasta diakui
c.       Perguruan Tinggi Swasta disamakan.
Hukum Administrasi Negara adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan hukum; dan oleh karena hukum itu sukar dirumuskan dalam suatu definisi yang tepat, maka demikianlah pula halnya dengan Hukum Administrasi Negara sukar diadakan suatu perumusan yang sesuai dan tepat.
Aneka warna perumusan Hukum Administrasi Negara yang dikemukakan oleh para sarjana hukum, seperti terlihat di bawah ini.
1.      Prof. Djokosutono, SH memandang Hukum Administrasi Negara sebagai hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-jabatan negara satu sama lainnya serta hubungan-hubungan hukum an­tara jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat
2.      Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo, SH berpendirian, bahwa tidaklah ada perbedaan juridis prinsipiil antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara. Hubungan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara adalah mirip dengan hubungan antara Hukum Dagang terhadap Hukum Perdata, di mana Hukum Dagang me­rupakan pengkhususan atau spesialisasi daripada Hukum Perikatan di dalam Hukum Perdata. Menurut Prof. Prajudi, Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu pengkhususan atau spesialisasi daripada Hukum Tata Negara yakni bagian hukum mengenai administrasi daripada negara.
3.      G. Pringgodigdo, SH kemudian menambahkan, bahwa sesung-guhnya Hukum fata Negara adalah hukum mengenai Konstitusi dari­pada suatu negara secara keseluruhan, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah khusus membahas administrasi daripada negara saja.
4.      Dalam buku yang benudul “Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia”, Prof. Kusumadi Pudjosewojo, SH merumuskan Hukum Administrasi Negara sebagai keseluruhan aturan hukum yang menentukan cara bagaimana negara sebagai penguasa menjalankan usaha-usaha untuk memegang tugas-tugas, atau cara bagaimana penguasa itu seharusnya bertingkahlaku dalam mengusahakaa tugas-tugasnya.
5.      Drs. E. Utrecht, SH dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia” memberikan perumusan Hukum Admtnistrasi Negatar sebagai berikut: “Hukum Administrasi Negara ialah hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara”.


ASAS-ASAS HUKUM INTERNASIONAL

Hukum Internasional terdiri dari:
a.       Hukum Perdata Internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum antara warganegara-warganegara sesuatu negara dengan warganegara-warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional (hubungan antar-bangsa).
b.      Hukum Publik Internasional (Hukum Antar Negara), ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional.
Adapun istilah yang tertua ialah istilah “ius gentium”, yang kemudian diterjemahkan menjadi:
a.       “Volkerrecht” dalam bahasa Jerman
b.      “droit de gens” dalam bahasa Perancis
c.       “Law of Nations” (International Law) dalam bahasa Inggeris
Pengertian “Volkerrecht” dan “ius gentium” sebenarnya tidak sama. Dalam hukum Romawi istilah “ius gentium” dipergunakan untuk menyatakan dua pengertian yang berlainan:
a.       ius gentium itu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang wargakota Roma dengan orang asing, yakni orang yang bukan wargakota Roma.
b.      ius gentium adalah hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa, yaitu hukum alam (Naturrecht).
Adapun sumber-sumber formal Hukum Internasional ialah sumber-sumber yang dipergunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional, tercantum dalam Piagam Mahkamah Internasional, Pasal 38 yaitu:
a.       Perjanjian internasional (Traktat = Treaty)
b.      Kebiasaan internasional, terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum
c.       Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab
d.      Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum.
Oleh karena itu, traktat dibedakan menurut hakekatnya antara:
a)      traktat yang membentuk hukum (law making treaties) yang menetapkan hukum yang mengikat.
b)      treaty contracts, misalnya traktat antara dua atau lebih negara mengenai hal-ihwal khususnya negara-negara itu sendiri.
Adat-istiadat adalah kebiasaan tingkah-laku internasional yang belum diterima sebagai hukum. Hukum kebiasaan dikristalisasi dalam adat-istiadat atau praktek-praktek negara-negar melalui:
a)      Hubungan diplomatik antarnegara, misalnya pernyataan-pernyataan negarawan, pendapat-pendapat penasehat hukum Pemerintah, traktat-traktat bilateral, pernyataan pers dan lain-lain;
b)      Praktek-praktek organ-organ internasional, mengenai status, kekuasaan dan tanggung-jawab organ-organ itu;
c)      Undang-undang nasional, keputusan-keputusan pengadilan nasional, dan praktek-praktek militer dan administratif negara.
Adapun yang ikut serta dalam pergaulan internasional, yang tunduk pada hukum internasional itu, yang merupakan pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan internasional atau yang menjadi subyek hukum internasional ialah:
a.       Negara yang berdaulat dan merdeka (bukan koloni)
b.      Gabungan negara-negara (misalnya Bond Jerman dahulu)
c.       Vatikan, yang dikepalai oleh Paus
d.      Organisasi-organisasi internasional (misalnya Liga Bangsa-Bangsa, PBB)
e.       Manusia pribadi.
Dalam hubungan dengan luar negeri, perwakilan itu umumnya dibagi menjadi 2 golongan, yakni:
a.       Perwakilan Diplomatik (tetap, sementara, khusus, Istimewa).
b.      Perwakilan Konsuler
Menurut ketentuan-ketentuan dari Regulation of Vienna dan Kongres di
Aix-la Chapelle, perwakilan diplomatik dibagi dalam:
1)      Duta besar
2)      Menteri berkuasa penuh dan perwakilan luar biasa.
3)      Ministers resident
4)      Charges d'affaires, ada 2 macam yakni:
(1)   Charge d'affairs en pied (en titre = titular)
(2)   Charge d'affairs ad interim
Jadi Para Utusan tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan:
(1)   Utusan/golongan yang berstatus Diplomatik yakni:
a.       Duta Besar 
b.      Duta
c.       Minister Counsellor
d.      Consellor
e.       Sekretaris I, II, III
f.        Atase Pertahanan (dan bidang teknis lainnya).
(2)   Utusan/golongan yang berstatus Non Diplomatik yakni:
  1. Pegawai-pegawai tata usaha
  2. Pegawai-pegawai teknis (sandi/komunikasi)
  3. Supir-supir
Pada umumnya para konsul dibagi dalam 5 golongan, yakni:
1)      Konsul Jenderal
2)      Konsul
3)      Konsul Muda (berdasarkan karier)
4)      Konsul Muda (tidak berdasarkan karier)
5)      Agen Konsuler
Tugas daripada perwakilan sesuatu negara di negara lain:
a.       Jadi wakil daripada negara yang diwakili dalam arti yang seluas-luasnya;
b.      Jadi penghubung antara negara yang diwakili dan negara di mana mereka ditempatkan;
c.       Memelihara kepentingan negaranya di negara yang ditempati dengan memperhatikan  pula kepentingan daripada negara yang ditempati itu.
Mengenai kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia di dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara ditegaskan sebagai berikut.
1.      Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya kepada Kepentingan Nasional. khususnya pembangunan ekonomi.
2.      Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini mampu mengurus masa depannya sen­diri melalui pengembangan ketahanan nasional masing-masing, serta memperkuat wadah dan kerjasama antara negara anggota Perhim-punan Bangsa-bangsa Asia Tenggara.
3.      Mengembangkan kerjasama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan badan-badan internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam membantu bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan Kepentingan dan Kedaulatan Nasional.
Sebelum Asean berdiri, di Asia Tenggara telah berdiri suatu organisasi kerjasama regional yakni Association of Southeast Asia (ASA) yang didirikan sejak tanggal 31 Juli 1961 di Bangkok, oleh Malaysia, Philipina dan Muangthai. Pada tanggal 8 Agustus 1967 berhasillah ditanda-tangani Deklarasi Asean oleh Menlu Philipina Narciso Rantos, Menlu Adam Malik dari Indonesia, Menlu Thanat Khoman dari Muangthai, Wakil Perdana Menteri/Menteri Pembangunan Nasional Malaysia Tun Abdul Razak dan Menlu S. Rajaratnam dari Singapura. Tujuan pokok Asean ialah:
(1)   mempercepat pertumbuhan ekonomi, kenraiuan. sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara lewat usaha-usaha bersama dalam semangat persamaan persahabatan untuk memperkuat fundasi bagi kesejahteraan dan terciptanya masyarakat damai di Asia Tenggara;
(2)   memajukan perdamaian dan stabilitas regional yang menghormati keadilan, hukum serta prinsip-prinsip Piafam PBB;
(3)   memajukan kerjasama aktif dan tukar menukar bantuan untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, administrasi;
(4)   menyediakan bantuan bagi masing-masing anggota dalam bentuk latihan-latihan dan penelitian di bidang pendidikan, teknik, profesi serta lapangan administrasi;
(5)   bekerjasama secara aktif di bidang pertanian dan industri serta mem-periuas perdagangan, termasuk untuk mempelajari masalah-masalah yang timbul dari perdagangan barang-barang internasional, perbaikan bidang pengangkutan, fasilitas-fasilitas komunikasi dan meningkatkan tingkat kehidupan rakyatnya;
(6)   memajukan pelajaran-pelajaran tentang Asia Tenggara (Southeast Asian Studies) dan, regional dan internasional lainnya dengan maksud dan tujuan yang sama dan menjajagi semua bidang untuk kerjasama yang lebih erat di antara anggota.
Tujuan PBB
(1)   MEMELIHARA perdamaian dan keamanan internasional;
(2)   MENGEMBANGKAN hubungan-hubungan persaudaraan antara bangsa-bangsa;
(3)   Bekerja sama secara internasional untuk memecahkan persoalan-persoalan ekonomi internasional, sosial, kebudayaan dan kemanusiaan dan untuk memajukan rasa hormat untuk hak-hak manusia dan kemerdekaan-kemerdekaan asasi;
(4)   UNTUK MENJADI PUSAT bagi persesuaian tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam usaha mencapai tujuan bersama itu.

Asas-asas PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa bertindak sesuai dengan asas-asas berikut:
a.       Berdasarkan persamaan kedaulatan dari sekalian anggota-anggotanya,
b.      Semua anggota harus memenuhi dengan kepercayaan penuh kewajiban-kewajiban mereka sebagaimana tercantum dalam Piagam.
c.       Mereka harus menyelesaikan persengketaan-persengketaan internasional mereka dengan jalan damai dan tanpa membahayakan per­damaian, keamanan, dan keadilan.
d.      Mereka harus menjauhi dalam hubungan-hubungan internasional mereka, penggunaan ancaman atau kekerasan terhadap negara-negara lain.
e.       Mereka harus memberikan kepada PBB setiap bantuan dalam tindakan apa saja yang diambil selaras dengan Piagam, dan mereka tidak akan membantu negara-negara terhadap siapa diadakan tindakan-tindakan preventif atau paksaan.
f.        PBB harus memastikan bahwa negara-negara yang tidak merupakan anggota bertindak selaras dengan asas-asas tersebut sejauh itu perlu untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
g.       Tak ada satu pun dalam Piagam boleh memberikan wewenang pada PBB untuk turut campur dalam persoalan-persoalan yang merupakan semata-mata persoalan dalam negeri negara apa saja.
h.       Bahasa resmi PBB ialah bahasa-bahasa Tiongkok, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol. Bahasa-bahasa yang dipergunakan ialah Inggris dan Perancis. Bahasa Spanyol juga dipergunakan dalam Majelis Umum dan Dewan Ekonomi dan Sosial.
i.         Keanggotaan PBB terbuka untuk semua negara-negara yang cinta damai yang menerima syarat-syarat Piagam PBB, dan dalam pertimbangan Organisasi, sanggup serta bersedia untuk memenuhi syarat-syarat itu.
j.        Anggota-anggota yang asli daripada PBB ialah negara-negara yang menandatangani Pernyataan PBB pada tanggal 1 Januari 1942, atau yang turut mengambil bagian dalam Konperensi San Francisco, dan yang menandatangani serta meratifikasi Piagam.
k.      Negara-negara lain dapat diperkenankan menjadi anggota oleh Ma­jelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan.
l.         Anggota-anggota dapat dischors atau dikeluarkan oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan. Mereka dapat dischors apabila Dewan Keamanan mengadakan tindakan paksaan terhadap mereka atau mereka dikeluarkan apabila mereka secara berulang kali melanggar asas-asas Piagam. Dewan Keamanan dapat mengembalikan hak-hak kepada sesuatu anggota yang dischors.

PBB terdiri dari enam Alat-alat Perlengkapan:
(1)   Majelis Umum
(2)   Dewan Keamanan
(3)   Dewan Ekonomi dan Sosial
(4)   Dewan Perwakilan
(5)   Mahkamah Internasional
(6)   Sekretariat
Pada Tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima dan memproklamirkan Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Manusia, yang teks lengkapnya dimuat di halaman-halaman buku ini. Teks resmi dari Pernyataan ini terdapat dalam kelima bahasa resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu bahasa Tionghoa, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar